Senin, 22 Maret 2010

BBM Naik, Bersepeda Yuk.


Aku bersepeda awal bulan Puasa sejak tahun 2005, alasannya praktis saja, yaitu hemat , tekan uang. Pemerintah dengan sombong menaikknan harga BBM, naiklah itu tarif Bus dan Angkutan Kota (Angkot), naik pula harga sembako. Buatku buat apa mengumpat dan mengeluh terus menerus ke pemerintah, toh sepertinya tidak didengar. Ya, sudah aku putar otak kiriku melihat kemampuan kantong, bersepeda ke Stasiun Manggarai lalu pindah menyambung dengan Kereta Rel Listrik (KRL) ketempat kerja sebagai karyawan rendahan di Depok Sementera sepeda aku titip di Kantor Polisi Manggarai.

Ke Manggarai aku coba dengan rasa malu-malu, suasana hati berkecamuk, tengok ke kanan-kiri apakah ada tetangga yang melihat dan membicarakan caraku bersepeda ke tempat kerja. Didalam batin yang sedang berkecamuk itu, ada orang lain bersepeda sepertiku juga, bersepeda dengan cuek dan semangat, bahkan ada yang menyapaku dan tersenyum. Pikirku, mungkin ini karena sesama bersepeda dan punya nasib yang sama, hingga ia menyapaku. Tak lama menggenjot pedal, aku berpapasan dengan sesama orang bersepeda memakai penutup kepala rapat topi lebar-hitam, agak menutupi jidatnya serta pakai masker agar terhindar asap knalpot. Gayanya yang cukup menarik dan berani itu, aku menirunya sekaligus beli topi dan masker di Pasar Jatinegara.

Suatu ketika sedang naik sepeda sekitar pukul 7.30, mendadak ban belakang bocor dan. Wah terlambat niih dan dipotong niih uang tansportku nanti sampai Depok. Sambil menuntun sepeda dan merenungi nasib aku berfikir dimana posisi terdekat tukang tambal ban. Aku harus memutuskan sepeda ditinggal lalu titip ke tukang ojek di perempatan lampu merah Matraman atau sepeda di tambal. Keringat mengucur di dahi, punggung dan rambut kepalaku, tidak lama tukang tambal-ban berada di sudut jembatan Kali Ciliwung Matraman Dalam .

Bersepeda sangat beresiko saat musim hujan pagi, cukup berat menggenjot pedal ditengah genangan air jalanan. Mengingat uang harus dihemat, aku terpaksa menyiapkan mantel berikut topi plastik. Ransel baju aku tutup plastik dan diikat di boncengan. Menyusuri jalan Pramuka dekat pintu kereta Pasar Burung, sebuah sepeda motor menyiprat air kotor ke mukaku dan mantelku. Terasa hangat semprotan air kotor jalanan itu.. Hujan deras, lama-lama menjadi sahabatku. Mata terasa pedas sekali saat terkena tetesan guyuran hujan. Sesampai si stasiun Manggarai aku ganti pakaian di WC stasiun Manggarai yang telah kupersiapkan di tas plastik.

Hari-hari berikutnya dengan bersepeda setiap pagi aku sudah bertambah pede. Genjotan sepeda semakin kencang serta rasa malu dengan tetangga terhapus oleh keringat dan semangat menekan biaya / ongkos naik Angkot. Dari rumah Utan Kayu Utara sampai tempat kerja di Depok dalam satu bulan dengan menggunakan Angkot bisa menghabiskan ongkos Rp 250.000.- untuk pergi-pulang, tapi dengan bersepeda cukup mengeluarkan ongkos Abunemen/Langgan KRL Rp 45.00 dan ongkos penitipan sepeda di Mangarai Rp 25.000 per bulan. Luar biasa hematnya untuk karyawan sepertiku dibandingkan naik Bus kota / Angkot, apalagi jika aku naik Busway, ohh biasa modar dapurku.

Manfaat bersepeda

Selain mendukung uang dapur, bersepeda juga mengurangi kemacetan di Polres jl Matraman sampai jalan Tambak. Waktu tempuh juga relatif baik sama dengan waktu tempuh kendraan umum. Dengan naik Bus umum/ Metromini atau Bus way selalu terjebak macet di jembatan layang Matraman sampai lampu merah jalan Tambak hinggga terowongan Kali Ciliwung Manggarai. Bersepeda bisa menyalip dan menyisip diantara kendaraan sepeda motor atau aku nakal: melawan arus. Pak Polisi maklum ketika sepeda melanggar, dengan melawan arus. Ini barangkali kelebihannya.

Disaat istirahat Sabtu dan hari Minggu sepedaku berubah fungsi menjadi kendaraan pengganti ke Pasar atau pada malam hari alat kendaraan membuang sampah, sehingga tak terasa aku bersepeda sudah hampir tiga tahun. Malah harga BBM dinaikkan lagi akhir Mei ini. Terpaksa aku harus tetap memilih bersepeda

Bersepeda ketempat kerja jarak jauh, tentu tidak menguntungkan dari segi waktu tempuh dan kelelahan phisik. Aku nekad bersepeda dengan jarak tempuh rumah Di Utan Kayu ke Mangarai lantaran waktu sekitar 15 menit dengan genjotan santai.

Hari berganti, bulan dan tahun setiap hari terus bersepeda lantaran kesulitan ekonomi dengan kenaikkan harga BBM sejak awal Puasa 2005 telah tiga tahun memaksaku dan mengajariku bersepeda , meskipun hanya sampai di stasiun Manggarai. Hujan pagi, panas sore, membuang rasa malu menjadi hari-hariku bersepeda, termasuk membuang sampah. Aku sudah menjadi bagian dari bersepeda. Aku bersepeda bukan rekreasi, tapi menjadi bagian dari keterpaksaan sehingga bersepeda menjadi kebutuhan., Jiwaku, sudah menjadi bagian dari sepeda itu. Bersepeda Yuk !

Utan kayu 26 Mei 2008

1 komentar:

  1. pak nyuwun ngapunten nggih, niki menurutku kok mengandung keluhan, lebih banyak resikonya dari pada ajakannya, lebih condong ke keluhan ini pak, nyuwun ngapunten nggih pak,.... betapa berat jadi orang yang terpaksa kayak gitu, harus kehujanan, harus kepanasan, malu malu sama tetangga, waduh sangat berat bersepeda ni pak, nyuwun ngapunten nggih pak,walaupun ya pak bbm naik, ya saya mending jalan kaki sambil cari cari barang jatuhan ha..ha..ha.. ngapunten nggih pak

    BalasHapus