Senin, 18 Maret 2013

Tanggal istimewa 17 maret 2013

Seharusnya aku hadir dalam undangan pensiunan nDepok Minggu tanggal 17 maret 2013. Namun batal datang karena hari itu jari telunjukku harus diperiksa lukanya akibat luka kejadian 3 (tiga)  hari lalu  terkena beling gelas pecah, Sempat panik juga, nyari tukang ojek pagi-pagi untuknya ngantar ke Klinik 24 jam Rawasari.

Akan halnya undangan di  nDepok pasti gak aku hadiri karena hari itu jari telunjuku harus dibuka, pada hal nDepok adalah acara penting untuk bertemu konco-konco lawas.. Aku sms ke2 (dua) teman, gak bisa datang dengan alasan dibuat-buat seakan-akan ngantar  anak.

Kebetulan juga hari dan tanggal yang sama persis Konggres Luar Biasa (KLB) PSSI di hotel borobudor. Jadi istimewa sekali tanngal keramat sepertinya. Satu kejadian jari  terkena beling, ini kejadian diluar kebiasaan saat pagi yang tenang. Ehh malah ke klinik 24jam , mengharuskan luka diperiksa. Sisi lain KLB kisruh 2 (dua) kompetisi LSI versus LPI yang dinantikan rakyat Indonesia yang sebagian besar menyenangi hiburan sepak bola.

Dua kejadian yang berbeda arahnya, namun masih banyak kejadian lain pada tanggal 17 maret yang lepas dari perhatian saya.Kiranya masing-masing orang memiliki kekhususan akan kejadian-kejadian yang memiliki makna. Hanya saja mau enggak menghubungkan antar kejadian satu dengan yang lain.

Orang bilang gak ada hubungan antara tangan terkena beling dengan Konggres PSSI, ini hanya kejadian luar biasa. Bagi saya yang sama itu luar bisanya dan istimewa. 

Rabu, 24 Maret 2010

Perjalanan Iman Cak Mul

Perjalanan Iman Cak Mul

Ayahnya seorang abangan penggemar keris yang menurut ingatan Cak Mul ayah jarang menjalankan salat lima waktu. Di kota kecil Jombang Jawa Timur pada tahun 1965 abangan identik dengan PNI atau PKI, sedangkan kaum santri identik dengan NU atau Muhamadiyah. Pada jaman itu gerakan masa membabat habis pengikut PKI atau hanya karena dendam pribadi yang tak terkait PKI bisa dengan mudah diciduk untuk dilenyapkan. Tahun-tahun itu memang suasana mencekam karena takut dituduh PKI. Agar terlihat santri sang ayah menyamar menjadi orang alim dadakan dengan rajin ke langgar atau mushola setiap salat Maghrib .

Berbeda dengan latar belakang ibu Cak Mul berasal dari keluarga taat beragama. Ibu tidak mengajarkan secara khusus cara salat kepadanya, tapi hanya memberi contoh sikap hidup yang baik, menghormati semua tetangga meskipun berbeda keyakinan. Ibu seorang bakulan pasar (pedagang kecil) kain batik dan handuk keliling antar Desa. Pergaulan dengan aneka ragam latar belakang agama dan keyakinan dengan orang-orang pasar membentuk sikap Ibu Cak Mul terbiasa menerima kemajemukan. Ketika Hari Raya Idhul Fitri yang dalam bahasa Jawatimuran disebut riyoyoan, rumahnya selalu mendapat kunjungan dari keluarga yang berbeda agama penganut Kristen Jawi Wetan. Dalam suasana riyoyoan acara salam-salaman, ngobrol ringan soal keluarga atau bicara apapun tanpa ada sekat, cair dan menyenangkan. Begitu pula pada bulan Desember, ibu Cak Mul menyempatkan datang ke rumah teman-temannya yang beragama Kristen untuk sekedar salam-salaman selamat Natal.

Dengan demikian Cak Mul belajar kemajemukan masyarakat merupakan hal biasa yang dibina semenjak kecil termasuk cara belajar beragama. Belajar salat Cak Mul diawali dari adik ibu yaitu Bu Lik (Bibik) ketika masih SD kelas III. Selama satu tahun Cak Mul mengikuti Bu Lik di kota kecil Ponorogo. Bu Lik seorang pengurus Muhamadiyah mengajarkan salat dengan menyisipkan bahasa Jawa. Sembayang ia gunakan untuk kata salat. Bacaan doa dalam setiap rukun salat menurut Bu Lik tidak perlu harus hafal seluruh, tapi cukup hafal sedikit sudah boleh bagi anak kecil. Yang utama, menjalankan salat dulu nanti kalau sudah mulai hafal semua, wajib membaca doa dalam setiap rukun salat.

Ia belajar agama tidak di sekolah madarasah atau mengaji pada guru agama, tetapi melalui bacaan ayat-ayat pendek dengan huruf latin. Akibatnya Ia menjadi seorang buta huruf dalam bahasa Arab. Cak Mul kecil rajin menjalankan salat lima waktu hingga dewasa. Ya kadang ada kalanya masih bolong Subuh dan Ishak tidak salat. Meskipun demikian banyak juga teman-teman pesantrennya yang merangkap sekolah SMP tidak menjalankan sholat dengan tertin. Sami mawon pikir Cak Mul.

Ketika masih remaja Ia aktif membantu kegiatan mesjid siang, malam. Mengurusi kebersihan, mengedarkan kotak amal setiap Jum’at sampai sebagai panitia zakat, malam takbiran dan panitia Qurban. Tatkala itu ia sedang mengepel lantai melihat seorang pengurus mesjid menilep sebagian uang zakat. Cak Mul tidak bisa menerima kenyataan itu. Uang untuk fakir – miskin ditilep tokoh mesjid? Lho, ini bagaimana ? Ini membohongi santri, kok tega amat. Apakah ia harus ikutan menjadi anggota penilep uang zakat? Pertanyaan itu mengguncang perasaannya, ini tidak adil.

Sejak itu arek Jawa Timur ini tidak mau mengikuti kegiatan mesjid. Ia marah. Apa gunanya belajar agama jika bertingkah laku seperti maling. Itu namanya berkhianat terhadap ajaran agama. Pengurus mesjid yang menilep uang zakat itu sudah kering batinnya. Kalau begitu Tuhan sudah tidak berpihak kepada para fakir miskin, pikir Cak Mul. Ya, sudah sekarang tidak salat, asalkan berbuat baik kepada setiap orang.

Berhari-hari, berbulan-bulan Cak Mul meninggalkan kewajiban salat lima waktu. Ia benci pada pengurus mesjid. Dalam keadaan dendam itu, Ia terkena musibah menghilangkan barang berharga milik sahabatnya. Kata pepatah ibarat jatuh tertimpa tangga. Ia sangat gelisah karena tidak mampu mengganti dalam bentuk barang maupun uang. Dari kegelisahan dan ketakutan Cak Mul melakukan upaya salat malam, dan kembali salat wajib yang sudah ditinggal. Pokok doanya memohon dirinya mendapat ketenangan. Dalam setiap salat ia berulang-ulang mengucapkan surat Al-Fatikah berikut artinya dalam bahasa Jawa.

Dorongan ingin mengadu kepada Tuhan melalui bahasanya sendiri yaitu bahasa Jawa, ia sangat bisa menghayati dari isi doa. Menurutnya isi doa ini sangat membela dirinya dan memberikan jalan keluar dari kesulitan, ada rasa kedekatan dengan Tuhan. Lantaran muncul rasa dekat dengan Tuhan saat salat, ia merasakan tidak ada kebosanan dan tidak ingin berhenti. Terus ingin salat.

Kedekatan Cak Mul dengan Tuhan ini sangat berlawanan ketika ia masih membenci pengurus mesjid. Tuhan yang semula ia curigai, maka sekarang begitu dekat. Ini bentuk pasang surut perjalanan keimanan Cak Mul, kadang dekat, menjauh, dibawah, atau diatas, kadang datar, berlawanan arah sampai kembali dekat lagi. Siapapun akan mengalami seperti Cak Mul, perjalanan iman demikian tidak biasa dicampuri dai luar. Ia berada diwilayah pribadi. Seperti ayahnya juga mengalami hal yang sama dengan mempercayai keris yang bisa menduakan Tuhan, namun dalam perjalanan hidupnya sang ayah memperoleh hidayah dengan kembali sholat menurut caranya sendiri.


Versi depok, 25 maret 2010.

Senin, 22 Maret 2010

BBM Naik, Bersepeda Yuk.


Aku bersepeda awal bulan Puasa sejak tahun 2005, alasannya praktis saja, yaitu hemat , tekan uang. Pemerintah dengan sombong menaikknan harga BBM, naiklah itu tarif Bus dan Angkutan Kota (Angkot), naik pula harga sembako. Buatku buat apa mengumpat dan mengeluh terus menerus ke pemerintah, toh sepertinya tidak didengar. Ya, sudah aku putar otak kiriku melihat kemampuan kantong, bersepeda ke Stasiun Manggarai lalu pindah menyambung dengan Kereta Rel Listrik (KRL) ketempat kerja sebagai karyawan rendahan di Depok Sementera sepeda aku titip di Kantor Polisi Manggarai.

Ke Manggarai aku coba dengan rasa malu-malu, suasana hati berkecamuk, tengok ke kanan-kiri apakah ada tetangga yang melihat dan membicarakan caraku bersepeda ke tempat kerja. Didalam batin yang sedang berkecamuk itu, ada orang lain bersepeda sepertiku juga, bersepeda dengan cuek dan semangat, bahkan ada yang menyapaku dan tersenyum. Pikirku, mungkin ini karena sesama bersepeda dan punya nasib yang sama, hingga ia menyapaku. Tak lama menggenjot pedal, aku berpapasan dengan sesama orang bersepeda memakai penutup kepala rapat topi lebar-hitam, agak menutupi jidatnya serta pakai masker agar terhindar asap knalpot. Gayanya yang cukup menarik dan berani itu, aku menirunya sekaligus beli topi dan masker di Pasar Jatinegara.

Suatu ketika sedang naik sepeda sekitar pukul 7.30, mendadak ban belakang bocor dan. Wah terlambat niih dan dipotong niih uang tansportku nanti sampai Depok. Sambil menuntun sepeda dan merenungi nasib aku berfikir dimana posisi terdekat tukang tambal ban. Aku harus memutuskan sepeda ditinggal lalu titip ke tukang ojek di perempatan lampu merah Matraman atau sepeda di tambal. Keringat mengucur di dahi, punggung dan rambut kepalaku, tidak lama tukang tambal-ban berada di sudut jembatan Kali Ciliwung Matraman Dalam .

Bersepeda sangat beresiko saat musim hujan pagi, cukup berat menggenjot pedal ditengah genangan air jalanan. Mengingat uang harus dihemat, aku terpaksa menyiapkan mantel berikut topi plastik. Ransel baju aku tutup plastik dan diikat di boncengan. Menyusuri jalan Pramuka dekat pintu kereta Pasar Burung, sebuah sepeda motor menyiprat air kotor ke mukaku dan mantelku. Terasa hangat semprotan air kotor jalanan itu.. Hujan deras, lama-lama menjadi sahabatku. Mata terasa pedas sekali saat terkena tetesan guyuran hujan. Sesampai si stasiun Manggarai aku ganti pakaian di WC stasiun Manggarai yang telah kupersiapkan di tas plastik.

Hari-hari berikutnya dengan bersepeda setiap pagi aku sudah bertambah pede. Genjotan sepeda semakin kencang serta rasa malu dengan tetangga terhapus oleh keringat dan semangat menekan biaya / ongkos naik Angkot. Dari rumah Utan Kayu Utara sampai tempat kerja di Depok dalam satu bulan dengan menggunakan Angkot bisa menghabiskan ongkos Rp 250.000.- untuk pergi-pulang, tapi dengan bersepeda cukup mengeluarkan ongkos Abunemen/Langgan KRL Rp 45.00 dan ongkos penitipan sepeda di Mangarai Rp 25.000 per bulan. Luar biasa hematnya untuk karyawan sepertiku dibandingkan naik Bus kota / Angkot, apalagi jika aku naik Busway, ohh biasa modar dapurku.

Manfaat bersepeda

Selain mendukung uang dapur, bersepeda juga mengurangi kemacetan di Polres jl Matraman sampai jalan Tambak. Waktu tempuh juga relatif baik sama dengan waktu tempuh kendraan umum. Dengan naik Bus umum/ Metromini atau Bus way selalu terjebak macet di jembatan layang Matraman sampai lampu merah jalan Tambak hinggga terowongan Kali Ciliwung Manggarai. Bersepeda bisa menyalip dan menyisip diantara kendaraan sepeda motor atau aku nakal: melawan arus. Pak Polisi maklum ketika sepeda melanggar, dengan melawan arus. Ini barangkali kelebihannya.

Disaat istirahat Sabtu dan hari Minggu sepedaku berubah fungsi menjadi kendaraan pengganti ke Pasar atau pada malam hari alat kendaraan membuang sampah, sehingga tak terasa aku bersepeda sudah hampir tiga tahun. Malah harga BBM dinaikkan lagi akhir Mei ini. Terpaksa aku harus tetap memilih bersepeda

Bersepeda ketempat kerja jarak jauh, tentu tidak menguntungkan dari segi waktu tempuh dan kelelahan phisik. Aku nekad bersepeda dengan jarak tempuh rumah Di Utan Kayu ke Mangarai lantaran waktu sekitar 15 menit dengan genjotan santai.

Hari berganti, bulan dan tahun setiap hari terus bersepeda lantaran kesulitan ekonomi dengan kenaikkan harga BBM sejak awal Puasa 2005 telah tiga tahun memaksaku dan mengajariku bersepeda , meskipun hanya sampai di stasiun Manggarai. Hujan pagi, panas sore, membuang rasa malu menjadi hari-hariku bersepeda, termasuk membuang sampah. Aku sudah menjadi bagian dari bersepeda. Aku bersepeda bukan rekreasi, tapi menjadi bagian dari keterpaksaan sehingga bersepeda menjadi kebutuhan., Jiwaku, sudah menjadi bagian dari sepeda itu. Bersepeda Yuk !

Utan kayu 26 Mei 2008